Jumat, 07 Desember 2012

Badut dalam Cermin



Kugoreskan namanya di kaca jendela yang penuh embun pagi. Ian. 3 huruf simpel yang membuatku bergidik. Sensasi mulai menjalar arogan dalam tubuhku. Agak ngeri. Baru kali ini kurasakan sensasi ini dalam duniaku.
Waktu mas Sahrul merayapiku dengan cintanya pun tak seperti ini rasanya. Lebih hambar. Apa karena dulu tak ada ketulusan? Hanya nafsu main-main yang mas Sahrul berikan untukku? Entahlah, segala hal tentang pemuda 25 tahun itu membuat kepalaku berdeyut. Dia merenggut dunia remajaku dan lari pergi. Hingga aku harus ke dunia lain, meninggalkan tubuhku.
Ais?” suara cempreng mbak Rin –kakakku- membuatku terlonjak. “Akhir-akhir ini mbak ngerasa kamu sudah kembali normal. Ehm, gak seperti……..”
Orang gila?” kupotong cepat kalimatnya. “Mbak juga berpikir aku gila?” Syok tergambar jelas dimukanya. Membuat tawa cekikikku pecah.
***
Kupandangi bayangan di cermin. Lama. Siapa dia? Itu aku? Bagaimana mungkin? Tak mungkin aku jadi seperti badut begitu. Aku sudah memakai foundation dengan rata, memakai pelembab sebelumnya. Aku juga memakai bedak, eye shadow, blush on dengan benar.
Tanganku gemetar. Bagaimana ini terjadi? Sebentar lagi Ian datang. tak mungkin aku berpenampilan seperti itu. Tunggu, siapa bilang badut dalam cermin itu aku? Pasti cermin didepanku ini salah. Kepanikan menyiksaku.
Siapa kamu?” Badut itu tak bergerak, hanya panik karena kutanyai.
Kamu tanya siapa aku? Tentu saja aku adalah kamu. Ais.” Seringai lebar muncul, menunjukkan gigi-gigi drakulanya. Suara cekikikannya pun terdengar.
Kamu bukan aku! Kamu badut jelek.” Suaraku tercekat, membentuk jeritan nyaring. Tubuhku bergetar. “Kamu badut jelek!” kuseret paksa badut itu. Kubanting dia. Kuhantam berkali-kali. Aku tertawa keras penuh kemenangan melihat darahnya memenuhi tanganku.
Ais, kamu kenapa?” napas mbak Rin memburu. “Oh, Tuhan. Kamu terluka Ais? Bagaimana bisa cerminnya pecah?” wajah mbak Rin seperti nano nano. Ada keterkejutan, kaget, ngeri. Matanya bergantian melihat diriku yang berdarah-darah dan melihat serpihan kaca disekelilingku.
Rin, kamu sedang apa?” suara lembut itu sudah datang. Ian. Panik kembali menyeringai. Aku takut Ian menganggapku orang jahat karena membunuh badut itu. Apa yang harus kulakukan? Apa aku menangis saja? Ian pasti percaya kalau bukan aku yang membunuh badut itu. Dia sudah di belakang mbak Rin saat kuputuskan menjatuhkan air mataku. “Ais, apa yang terjadi padamu?” dia berlari ke arahku. Menuntunku menyingkir dari serpihan tubuh badut. “Rin? Bisakah kau berikan aku obat luka?” mbak Rin masih mematung. Tapi akhirnya dia menyerah dan meninggalkan kami berdua.
Badut itu bilang aku jelek seperti dia.” Kataku sesegukan.
Ais manis kok, gak jelek.” Tangan Ian membersihkan mukaku dengan tisu. Segalanya jadi tenang karena ada Ian. Kupeluk tubuhnya, bau tubuhnya membuatku melayang. Tidur.
***
Rin…..
Tak pernah kulihat wajah adikku begitu damai dalam tidurnya. Gila seperti memenjarakannya di dunia lain. Demi kerinduan ini, aku harus bisa mencobanya.
Ian, bisakah kamu menjaga Ais?” Ian menoleh cepat padaku. “Aku tak bisa melanjutkan proses ta’aruf kita. Kau lihat, Ais begitu menyayangimu. Bisakah kau menjaganya?” kembali kuulangi pertanyaanku.
Apa maksudmu?”
Aku ingin membuatnya kembali hidup. Kau yang bisa memberinya nyawa.” Kucoba meyakinkannya dengan tersenyum. Tapi ternyata airmataku justru jatuh.
Kutahu kau menyayangi Ais, tapi aku ingin dirimu yang menjadi istriku.”
Kumohon. Jagalah Ais. Kumohon.”
***

2 komentar:

Unknown at: 20 Februari 2013 pukul 16.25 mengatakan...

Assalamu'alaykumm sista follow back eaaa http://hujanrindu12.blogspot.com

Unknown at: 26 Februari 2013 pukul 12.51 mengatakan...

Sudah ak follow,. Makasih uda follow juga,.

Posting Komentar

Blogger templates

Blogroll