Rabu, 19 September 2012

Padmakanda


Foto ini gak ada diriku

-->
Spesial untuk Dia.

Wow, sudah lama gak nulis. Bulan lalu terpaksa hanya posting foto-foto gak jelas untuk memberi tahu bahwa aku masih ada. Terlalu banyak hal yang mengisi hari-hariku. -Ah, ini bukan wujud keluhan ya. I just want to say this is me.-
Suatu hari saat aku cerita tentang banyak hal yang kualami, dia bertanya “gak ikhlas?” Oh, ayolah, ini gak bermaksud menunjukkan ketidak ikhlasan tapi, bukankah seberapapun peliknya yang kita lalui harus kita ingat. -menurutku sih- Mungkin sekarang menyakitkan, membahagiakan, tapi yakin deh di masa depan semuanya hanya jadi guyonan yang kita tertawakan. Dan inilah yang ingin kutunjukkan padanya.
Segalanya bermula dari 5 tahun lalu, kukatakan Wow sekali lagi. Aku baru sadar sudah lama berada disini. Kenalkan tempat ini bernama PADMAKANDA. Tempat yang cukup membuatku terobsesi untuk bisa sampai disini, karena saat kulihat dari jauh cukup indah. Dan ternyata memang indah walau terkadang ada sedikit jurang yang menjebak.
Kalian tahu dengan begitu polos aku cengar-cengir waktu dapat undangan pertama kali. Kayak dapat tiket terbang ke korea satu jam dari sekarang. Atau ke Aussie dapat beasiswa dari universitas terkemuka disana. So Excited banget. Diumur 14 tahun ada surat datang dan mengatakan “Selamat anda sudah lulus dari kelas anak-anak, naik ke kelas selanjutnya remaja.” Dan bersama surat itu ada kunci untuk membuka gerbang kedewasaan. Bukankah menyenangkan?
Saking menyenangkannya sampai diriku seperti mengalami cinta pertama. Bingung memilih baju apa yang akan kupakai memenuhi undangan itu. Aku bahkan begitu wangi saat menunggu kakak-kakak yang lebih besar buat berangkat bareng. Walaupun begitu,ternyata AKU SALAH KOSTUM. Kalian tahu, ini bukan pesta hanya sebuah rapat.
Ah, kujelaskan dulu. Aku suka memakai jilbab. Sekolahku pun mewajibkan pakai jilbab. Sewaktu SD, SMP aku begitu berambisi menjadi penata rias jilbab. Hahahaha -jujur aku begitu PD dulu dengan kreasi jilbabku, dijamin gak ada yang bisa niru deh.. :P – Nah, alasan itu yang membuatku memilih memakai jilbab di undangan pertamaku ini. Dan kalian tahu apa yang kumaksud salah kostum? Yup, betul salah satu diantara mereka bertanya, “Kamu mau pengajian dimana e?” O.O
Mo ganti baju udah gak mungkin lagi, makanya tetep pd aja. Berpikir, mesti adalah mbak lain yang pakai jilbab. Dan ternyata, OMG I'm the only one in here. Looks deferent. Lainnya hitam hitam hitam dan aku? Pink. Dan saat itulah aku gontai. Kalau bahasa sekarang galau namanya. (perlu ditekankan yang kumaksud disini bukan tentang jilbabnya, tapi tentang malu yang harus kuhadapai) “gak ikhlas?” tentusaja waktu itu. Tapi sekarang? Hahaha, bodoh banget diriku dulu. Gitu aja bikin malu. Harusnya mah, bodo amat. Penting po penilaian orang lain? GAK!!
see?? cerita lama itu bukan tentang keluhan yang banyak orang ingin katakan. Tapi sensasinya waktu itu, yang bikin merindu.
Back to Padmakanda. Di tahun pertama rasa grogi masih saja ada. Aku harus berhubungan dengan orang yang lebih dewasa. Walaupun mereka mencoba untuk ramah padaku, tapi ternyata sikap-sikap itu ada yang tidak memuaskanku. Diantara mereka ada yang suka memerintah, aku tak akan merasa tersinggung jika itu memang tugas kami. Atau dimintai tolong, aku tak akan merasa itu tidak benar. Tapi memerintah itulah yang membuatku mulai mendirikan benteng pembatas. Dan setelah kuselesaikan perintah itu. Tak ada yang berterimakasih. Menganggap sudah seharusnya begitu. Padahal kalian tahu? Ini bukan hanya tugasku seorang, tugas semuanya. Tapi dengan enaknya mereka tak mau membantu. Hanya saja, ada yang membuatku terhibur hingga bisa bertahan. Dia. Tanpa semua orang sadari, dia mengucapkan terimakasih padaku. Hahaha, betapa baiknya dirinya. Ah, ini “dia” yang lain.
Sakit hati? Kujawab “ya”. Waktu itu. Tapi sekarang? Heeemm,, hebat ya aku gak banting piring. Hahahaha. :P

Dear Dia,
Yang ingin kutunjukkan padamu, bukan rasa berat itu. Tapi bagaimana rasa berat bisa menjadi ikhlas. Bagiku jika orang yang mengatakan ikhlas dengan mulut mereka bisa diragukan keikhlasannya. Bukankah juga bisa dibalik? Orang yang tidak mengatakan ikhlas bisa saja merasakan rasa ikhlas itu. Ikhlas itu kita tetap mengerjakan hal yang berat karena memang harus, dan merubahnya menjadi kerelaan. Mengganti rasa terpaksa dengan keridhoan. Menikmati setiap detail rasa berat itu. Karena apa? Karena bagiku, akan sulit merasakan sensasi itu dimasa akan datang. So, sekali lagi kukatakan. Kenapa tak kau lihat kebalikan dari yang biasa orang katakan? Di setiap keluhan, apakah rasa tidak ikhlas yang menguasai, atau ternyata rasa ikhlas yang terbalut rasa tidak ikhlas. Aku tak akan mengatakan padamu apakah diriku ikhlas atau tidak melakukan segalanya selama ini. Bukankah kamu bisa menilai? Apakah disegala ceritaku padamu raut mukaku murung dan gelisah? Atau ada terselip rasa bahagia yang terkadang tak kututupi.

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

Blogroll